Aku takut pada cermin.
Rabu, 26 September 2012
~
Terutama pada setiap
bayangan orang-orang yang terpantul di dalamnya…
Jika ada satu hal yang
dapat kuenyahkan dari dunia ini, itu adalah pantulan bayangan. Entah itu di
cermin, kaca mobil, ataupun benda-benda mengkilap lainnya yang dapat
memantulkan bayangan setiap objek di dalamnya dengan cukup jelas.
Bayangan-bayangan tersebut
sungguh membuatku gila! Tak jarang sumsumku berdesir setiap saat secara
kebetulan aku melewati objek mengkilat. Terutama jika aku melihat bayangan
orang lain selain diriku sendiri di dalam cermin tersebut. Mungkin hal ini
dianggap aneh bagi kebanyakan orang. Tetapi apa yang terjadi tiga tahun yang
lalu benar-benar telah mengubah hidupku sepenuhnya.
Waktu itu aku baru saja
merayakan ulang tahunku yang kelima belas. Siang itu aku menemani salah seorang
bibiku ke salon langganannya. Sebenarnya aku agak malas menemani bibiku yang
satu itu. karena jika ia sudah keasyikan mengobrol, gempa bumi yang super
dahsyat atau hujan batu pun tak akan menghentikan ocehannya yang super lengkap,
dari isu seputar kenaikan BBM, gosip artis, sampai si Chiko yang suka
menguber-uber anjing betina tetangga sebelah kami. Pokoknya ampun-ampunan deh
bibiku yang satu itu.
Maka dengan berbekal
komik, sebatang coklat, dan MP4 yang baru kubeli dua hari sebelumnya, akhirnya
dengan setengah hati aku pun menyetujui untuk ikut bibiku ke salon. Nggak
apa-apalah, pikirku, siapa tahu bibiku bersedia mentraktirku pizza
sepulang kami dari salon nanti, sebagai upahku menemaninya hari itu.
Akhirnya setelah
terkantuk-kantuk di dalam tuk-tuk (sejenis kendaraan umum di Thailand)
selama beberapa saat, kami tiba juga di gedung bercat merah muda itu. Bangunan
berarsitektur Portugis itu masih kelihatan seindah dan semenarik dua tahun
sebelumnya, ketika terakhir kali aku menemani ibu dan bibiku ke tempat
tersebut. Dengan dinding luar berbalutkan relief bunga teratai ungu dan merah,
salon itu berdiri megah di tengah himpitan gedung-gedung perkantoran lain yang
menjulang tinggi di sekitarnya.
Salon itu tidak sepenuh
biasanya. Maklumlah. Mungkin karena hari itu hari Rabu pagi. Dari kaca jendela
luar hanya terlihat beberapa orang remaja putri di dalam dan seroang nyonya
muda yang sedang di-crembath. Syukurlah, kataku dalam hati. Moga-moga
bibiku cepat selesai. Aku sudah tak sabar ingin menikmati pizza
kegemaranku!
Begitu kami melangkah
masuk, aroma wewangian khas Thailand segera menyergap kehadiran kami berdua.
dan seorang wanita muda berbusana daerah menyambut kami dengan senyum ramahnya.
Ia dengan sigap mengantarkan bibiku ke ruang sebelah dalam sementara aku segera
memarkirkan pantatku di kursi empuk di sudut ruangan dan mengeluarkan MP4 biru
mudaku. Detik berikutnya aku telah asyik terlarut dalam komikku sambil
mengunyah coklat dan mendengarkan lagu.
Waktu berlalu dengan
cepat. Kira-kira satu jam kemudian bibiku sudah hampir selesai. Ia sedang
mematut-matut dirinya di depan cermin. Aku bangkit dari kursi dan
menghampirinya. Sekilas aku melirik ke arah cermin. Pada saat itulah aku
melihat sesuatu yang aneh.
Wajah penata rambut yang
pada saat itu sedang menyemprotkan hair spray pada rambut bibiku
terlihat menyeramkan. Pelipis sebelah kirinya terlihat mengucurkan darah dan
membasahi kemeja putihnya. Aku tersentak kaget! Segera aku memalingkan wajah
dari cermin dan memperhatikan sang penata rambut yang berdiri tepat di samping
kananku. Tapi ia terlihat baik-baik saja! Tak ada luka sedikit pun pada
wajahnya dan kemejanya putih bersih.
Aku mulai kebingungan. Aku
kembali memandang cermin. Dan apa yang kulihat tetap sama dengan apa yang
kulihat pertama kali. Wajah dan baju yang merah oleh ceceran darah yang
mengucur semakin deras!
Aku tak tahan lagi! Aku
segera mengubah posisi berdiriku agar aku tak dapat melihat bayangannya di
cermin. Semua ini benar-benar membuatku gila! Apakah ada yang salah dengan
penglihatanku? Ataukah ini hanya imaginasiku belaka?
Tak lama kemudian bibiku
selesai dan kamipun pulang ke rumah melalui rute yang sama. Sepanjang
perjalanan aku mengunci bibirku rapat-rapat. Pikiranku benar-benar kalut! Aku
masih bingung dengan apa yang baru saja kualami.
Selang beberapa minggu
kemudian, bibiku kembali ke salon itu untuk creambath. Pada saat itulah
kami mendengar kabar bahwa salah seorang penata rambut salon tersebut telah
meninggal dunia dua minggu sebelumnya karena kecelakaan mobil dan ia adalah
penata rambut yang waktu itu melayani bibiku! Katanya sewaktu ia hendak pulang
ke rumah pada hari itu, di tengah jalan ia tertabrak oleh seorang pengendara
motor ugal-ugalan sehingga tubuhnya terpental ke aspal dan kepalanya terbentur
keras sehingga darah mengucur dari wajahnya. Orang-orang segera membawanya ke
rumah sakit terdekat, tetapi ia meninggal dunia dalam perjalanan karena
luka-lukanya sangat parah dan ia mengalami pendarahan hebat di kepalanya.
Aku tertegun.
Mendadak aku teringat
penglihatan yang kualami waktu itu. Apakah itu merupakan firasat akan
terjadinya sesuatu? Aku berusaha melupakan peristiwa tersebut dan kuanggap hal
itu sebagai suatu kebetulan belaka. Sampai beberapa bulan kemudian....
*****
Hari sudah siang ketika
aku dan Irene, teman sekelasku, pulang dari sekolah. Rumah kami berdekatan,
sehingga hampir setiap hari kami pergi dan pulang sekolah bersama-sama. Dalam
perjalanan pulang kami memutuskan untuk mampir ke mal terdekat untuk membeli
beberapa perlengkapan sekolah.
Sewaktu kami melewati
sebuah butik pakaian, secara kebetulan aku menoleh ke arah kaca etalase. Dan
napasku tersentak. Aku dapat melihat bayanganku sendiri di kaca itu, tetapi di
sampingku bukan bayangan Irene, melainkan ayahnya. Ia terlihat pucat dan sedih.
Jantungku berdegup keras.
Aku teringat kembali peristiwa yang kualami beberapa bulan sebelumnya bersama
bibiku. Aku tak tahu apakah hal yang sama akan terulang lagi. Aku tak berani
mengucapkan sepatah kata pun tentang hal itu padanya. Aku tak ingin ia sedih
memikirkan hal-hal yang belum tentu akan terjadi.
Malam itu aku baru saja
akan pergi tidur ketika tiba-tiba telepon berdering. Ketika kuangkat, terdengar
suara Irene. Ia tersedu-sedu. Aku langsung merasakan firasat buruk. Di sela
isak tangisnya, ia berkata terbata-bata,
"Phrai, ayahku
..." ia tak dapat melanjutkan kalimatnya. Ia hanya terisak pelan.
"Ada apa dengan
ayahmu? Apa yang terjadi?" Mendadak aku merasa gugup dan tegang. Tanganku
gemetaran. Pikiranku benar-benar kalut. Apakah ini…?
Tidak mungkin! Jangan!
Belum sempat aku berpikir
lebih jauh, isakan Irene kembali terdengar.
"Ayahku tak sadarkan
diri. Beberapa saat yang lalu ia mendapat serangan jantung. Kini ia sedang
dalam perjalanan ke rumah sakit."
Aku tersentak kaget.
Seketika tubuhku lunglai dan jantungku berdegup tak karuan. Oh Tuhan, jangan
biarkan firasatku menjadi kenyataan,, doaku dalam hati.
"Irene, kita berdoa
saja, semoga beliau tidak apa-apa," kataku sambil menarik napas panjang.
"Suster yang merawat
ayahku mengatakan bahwa ayahku dalam kondisi kritis karena ia terlambat
diberikan pertolongan," Irene berkata lirih sambil terisak-isak.
Aku tak bisa mengatakan apa-apa
lagi selain menghibur sahabatku itu. Malam harinya aku berdoa semoga firasatku
meleset dan segalanya akan baik-baik saja. Aku sungguh-sungguh berusaha
menghibur diriku sendiri bahwa apa yang kulihat waktu itu di kaca etalase toko
bersama Irene adalah halusinasiku saja dan tidak ada sangkut pautnya dengan apa
yang telah terjadi pada ayah Irene. Tetapi semakin aku berusaha meyakinkan
diriku sendiri, semakin besar keraguan yang tumbuh jauh di lubuk hatiku bahwa
apa yang kualami sebelumnya tidak akan terulang kembali.
Keesokan harinya aku
kembali mendapat kabar dari Irene. ia mengabarkan bahwa ayahnya telah meninggal
dunia malam itu juga. Aku sangat sedih mendengarnya. Terlebih-lebih karena aku
telah mendapat pertanda tentang hal itu sebelumnya namun tak ada yang dapat
kulakukan untuk mencegah musibah itu. Apakah ini suratan takdir? Jika ya, apa
gunanya aku mendapatkan firasat itu jika aku sendiri tak dapat melakukan
apa-apa untuk mencegahnya? Mengapa? Mengapa? Beribu tanda tanya berkecamuk
dalam benakku, namun aku sungguh tak
kuasa untuk menjawab semua pertanyaan itu. Semua peristiwa ini benar-benar
membuatku stres!
Semenjak kedua peristiwa
itu, aku masih mendapat penglihatan-penglihatan lain yang sering kali membuatku
dibayangi perasaan bersalah, sedih, dan takut. Tak jarang aku melihat
bayangan-bayangan menyeramkan dari orang-orang di sekililingku yang tak
kukenal. Entah itu bayangan pedagang sayur yang kebetulan lewat di dekatku,
atau bahkan seekor kucing liar yang melintas di hadapanku. Semua bayangan
mereka sungguh membuatku merana!
Aku hanya bertanya-tanya,
kapan kiranya, suatu hari nanti, aku akan melihat bayangan kematianku sendiri. Apakah
hari ini? Besok? Lusa? Ataukah tahun depan? Atau bahkan sesaat lagi?
Aku hanya berharap semoga
aku siap menghadapi hari itu.
Hari ketika bayanganku
menjadi kenyataanku…
0 komentar:
Posting Komentar